PENILAIAN
BERBASIS KATRAKTER
Makalah Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Pengembangan
Sistem Evaluasi PAI
Dosen Pengampu :
Nanang
Nabhar Fahkri Auliya, S.Pd., M.Pd.
PAI-A Semester 4
Disusun Oleh :
Kelompok 04
1.
M. Danial Hidayat (1410110008)
2.
Esty Lutfianingsih (1410110010)
3.
Putri Pungkas Sari (1410110014)
4.
Mariya Ulfa (1410110032)
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(PAI-A)
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI
KUDUS
TAHUN
AKADEMIK 2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan karakter
ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu
terwujudnya masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan
beradab berdasarkan falsafah pancasila. Hal ini sekaligus menjadi upaya untuk
mendukung perwujudan cita-cita sebagaimana diamanatkan pancasila dan pembukaan
UUD 1945.
Disamping itu,
berbagai persoalan yang dihadapi bangsa kita makin mendorong semangat dan upaya
pemerintah untuk memperioritaskan pendidikan karakter sebagai dasar pembangunan
pendidikan. Semangat itu, secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2015, dimna pemerintah menjadikan
pembangunan karakter sebagai salah satu progam prioritas pembangunan nasional.
Upaya pembentukan
karakter sesuai dengan budaya bangsa dapat dilakukan dengan adanya pelaksanaan
evaluasi yang berbasis karakter. Penilaian melalui pendidikan karakter
diharapkan mampu mewujudkan cita-cita bangsa. Selain itu penilaian berbasis karakter
dapat melatih siswanya untuk belajar secara aktif, mandiri dan integratif.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah diatas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Apa pengertian penilaian berbasis karakter?
2.
Apa tujuan dan fungsi penilaian berbasis karakter?
3.
Apa saja bentuk-bentuk penilaian berbasis karakter?
4.
Bagaimana nilai-nilai yang berkaitan dengan pendidikan
karakter?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Penilaian Berbasis Kompetensi
Penilaian merupakan suatu proses, yang menurut cronboach
adalah proses pengumpulan data dan penggunaan informasi yang dipergunakan
sebagai dasar pembuatan keputusan tentang program pendidikan. Keputusan adalah
pilihan diantara berbagai arah tindakan. Jadi, penialaian menurut cronboach
memiliki komponen pengumpulan informasi dan pembuatan keputusan. Penilaian
adalah kegiatan untuk menentukan pencapaian hasil pembelajaran.
Kata “karakter” mempunyai banyak sekali definisi dari
para ahli. Menurut Poerwadarminta, kata karakter berarti tabiat, watak
sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan
orang lain.[1]
Lebih jauh seorang tokoh psikologi Amerika yang bernama Alport, mendefinisikan
karakter sebagai penentu bahwa seseorang sebagai pribadi (character is
personality evaluated). Sedangkan menurut Ahmad Tafsir menganggap bahwa
karakter yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau perbuatan yang telah
menyatu dalam diri manusia, sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi.
Pembentukan karakter juga tidak lepas dari peran guru,
karena segala sesuatu yang dilakukan oleh guru mampu mempengaruhi karakter
peserta didik. Karakter terbentuk dari tiga macam bagian yang saling berkaitan
yakni pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral.[2]
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau
budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.
Jadi, penilaian berbasis karakter adalah pencapaian hasil
belajar yang berorientasi pada dua aspek yaitu aspek afektif dan psikomotor.
B.
Tujuan Dan Fungsi Penilaian Berbasis karakter
Tujuan penilaian berbasis karakter hampir sama dengan
tujuan evaluasi, karena keduanya sama-sama bertujuan untuk mengetahui hasil
belajar siswa. Adapun tujuan penilaian tersebut yaitu
1.
Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh
siswa dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu.
2.
Untuk mengetahui posisi atau kedudukan seorang siswa
dalam kelompok kelasnya.
3.
Untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam
belajar.
4.
Untuk mengetahui hingga sejauh mana siswa telah mendayagunakan
kapasitas afektifnya.
5.
Dan untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna
metode mengajar yang telah di gunakan guru dalam proses mengajar-belajar (PMB).[3]
Disamping memiliki tujuan, penilaian berbasis karakter
juga memiliki fungsi yaitu sebagai bahan pertimbangan pengembangan hasil
belajar, untuk membentuk tiga macam
bagian yang saling berkaitan yakni pengetahuan moral, perasaan moral, dan
perilaku moral.Sehubungan dengan tujuannya penilaiannya ini maka yang menjadi
sasaran penilaian kawasan afektif adalah perilaku anak didik, bukan
pengetahuannya.
C.
Bentuk-bentuk Penilaian Berbasis Karakter
Karakter merupakan bagian dari ranah
afektif dan ranah
psikomotor. Karakter berorientasi pada keduanya dan saling berkaitan. Adapun
ranah afektif dan ranah psikomotor sebgai berikut:
1.
Ranah afektif
Afektif selalu berhubungan dengan minat dan sikap,
seperti komitmen, tanggung jawab, disiplin, percaya diri, jujur, menghargai
pendapat orang lain, pengendalian diri dan sebagainya. Oleh karena itu, ketika
strategi pembelajaran afektif di terapkan dalam proses pembelajaran, secara
otomatis akan berorientasi pada penanaman nilai-nilai karakter tersebut.
Dalam merencanakan penyusunan instrumen
tes presentasi siswa yang berdimensi afektif (ranah rasa) jenis-jenis
presentasi internalisasi dan karakterisasi seyogyanya mendapat perhatian
khusus. Alasannya, karena kedua jenis prestasi ranah rasa itulah yang lebih
mengendalikan sikap dan perbuatan siswa.[4]
Pengukuran ranah afektif tidaklah semudah mengukur ranah
kognitif. Pengukuran ranah afektif tidak dapat dilakukan seiap saat (dalam arti pengukuran formal) karena
perubahan tingkah laku siswa tidak dapat berubah sewaktu-waktu. Pengubahan
sikap seseorang memerlukan waktu yang relatif lama. Demikian juga pengembangan
minat dan penghargaan serta nilai-nilai.[5] Ranah
afektif biasa dilihat dari sisi sikap. Aspek sikap dapat dinilai
dengan cara berikut :
a.
Observasi
Merupakan
teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan
indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan format
observasi yang berisi sejumlah indicator perilaku yang diamati. Hal ini
dilakukan saat pembelajaran maupun diluar pembelajaran.[6]
Observasi
adalah suatu pengamatan langsung terhadap siswa dengan memperhatikan tingkah
lakunya. Sehingga dalam observasi guru/dosen tidak perlu mengadakan komunikasi
langsung dengan siswa.
Observasi
dapat dilakukan I berbagai tempat misalnya di kelas pada waktu pelajaran, di
halaman sekolah ketika murid bermain-main, dilapangan ketika murid olahraga
dll.
Sebagai alat evaluasi,
observasi dapat dipakai untuk :
1)
Menilai minat,
sikap, dan nilai-nilai yang terkandung dalam diri siswa.
2)
Melihat proses
kegiatan yang dilakukan oleh seorang siswa atau kelomppok.
3)
Memperoleh
informasi balikan guru idalam kegiatan belajar mengajar. Untuk melihat apakah
seorang guru efektif pengajarannya, dilakukan observasi terhaap tingkah laku
siswanya. Seperti :
a)
Apakah siswanya
dapat mendengar dengan
baik?
b)
Apakah mereka
merespon dengan baik terhadap tugas yang di berikan?
c)
Apakah
jawaban-jawaban siswa memberi petunjuk-petunjuk yang diberikan telah mereka
pahami?
Observasi
digunakan oleh guru dengan cara mengamati kegiatan peserta didik baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Langkah-langkah
dalam merancang pedoman observasi antara lain:
(1)
Merumuskan
tujuan observasi
(2)
Membuat
kisi-kisi observasi
(3)
Menyusun pedoman
observasi
(4)
Menyusun
aspek-aspek yang akan diobservasi
(5)
Melakukan uji
coba pedoman observasi
(6)
Memperbaiki
pedoman observasi berdasarkan hasil uji coba
(7)
Melaksanakan
observasi pada saat kegiatan berlangsung
(8)
Mengolah dan
menafsirkan hasil observasi.[7]
b.
Penilaian diri
Merupakan
teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan
dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrument yang
digunakan berupa lembar penilaian diri.
c.
Penilaian antar
teman
Merupakan
teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait
dengan sikap dan perilaku keseharian peserta didik. Instrument penilaian berupa
lembar penilaian antarpeserta didik.[8]
d.
Skala sikap
Dalam
skala sikap ini perilaku peserta didik dievaluasi melalui kegiatan pengukuran
sikap. Salah satu model skala sikap yang sering digunakan adalah skala Likert.
Dalam penggunaannya, peserta didik tidak hanya dapat
memilih pernyataan-pernyataan yang positif saja, tetapi juga
pernyataan-pernyataan yang negatif. Biasanya pernyataan
positif diberi skor 5,4,3,2,1 sedang pernyataan negative 1,2,3,4,5. Untuk dapat
merancang skala Likert, guru dapat mengikuti langkah-langkah berikut ini:
1)
Memilih berbagai
variabel afektif yang akan diukur
2)
Menetapkan
berbagai variabel afektif
3)
Membuat beberapa
pernyataan tentang variabel afektif
4)
Mengklasifikasikan
pernyataan positif dan negative
5)
Menentukan
jumlah gradual dan frase atau angka yang dapat menjadi alternatif pilihan
6)
Menyusun
pernyataan dan pilihan jawaban menjadi sebuah alat penilaian
7)
Melakukan uji
coba
8)
Membuang
butir-butir pernyataan yang kurang baik
Jenis-jenis skala sikap
Ada
beberapa bentuk skala sikap yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, antara
lain :
a)
Skala likert
Skala ini disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh lima
respon yang
menunjukkan tingkatan. Misalnya seperti yang telah dikutip:
SS = Sangat setuju
S = Setuju
TB = tidak
berpendapat
TS = tidak setuju
STS = sangat tidak
setuju
b)
Skala pilihan ganda
Skala
ini bentuknya seperti soal bentuk pilihan ganda yaitu suatu pernyataan yang
diikuti oleh sejumlah alternatif pendapat. Contoh: dalam suatu upacara bendera
:
(1)
Setiap peserta harus dengan khidmat mengikuti jalannya
upacara tanpa terkecuali.
(2)
Peserta diperbolehkan berbicara asal dalam batas-batas
tertentu dan tidak mengganggu jalannya upacara.
c)
Skala Thurstone
Skala thurstone merupakan skala mirip skala buatan likert
karena merupakan suatu instrumen yang jawabannya menunjukkan
tingkatan.pernyataan yang diajukan kepada responden disarankan oleh thurstone
kira-kira 10 butir, tetapi tidak kurang dari5 butir.
d)
Skala guttman
skala
ini sama dengan yang disusun oleh bogardus, yaitu berupa tiga atau empat buah
pertanyaan yang masing-masing harus dijawab “ya” atau “tidak”.
Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan tingkatan yang berurutan sehingga
bia responden setuju pernyataan nomor 2 , diasumsikan setuju nomor 1.
Selanjutnya responden stuju dengan nomor 3 berarti setuju pernyataan nomor 1
dan 2. Contoh :
(1)
Saya mengizinkan anak saya bermain ketetangga.
(2)
Saya mengizinkan anak saya pergi kemana saja ia mau.
(3)
Saya mengizinkan anak saya pergi kapan saja dan kemana
saja.
e)
Semantic differential
Instrume
yang disusun oleh osgood dan kawan-kawan ini mengukur konsep-konsep untuk tiga
dimensi. Dimensi-dimensi yang ada diukur dalam kategori : baik-tidak baik,
kuat-lemah, dan cepat-lambat, atau aktif-pasif, atau berguna-tidak berguna.
Dalam buku osgood dikemukakan adanya 3 faktor untuk menganalisis skalanya :
evaluation (baik-buruk), potency (kuat-lemah), activity (cepat-lambat) dan
familiarity (tambahan nunnally).
f)
Pengukuran minat
Disamping
menggunakan skala seperti yang dicontohkan diatas, minat juga dapat diukur
dengan cara seperti:
Mengunjungi
perpustakaan
SS S
B AS TS STS
Pilihan: senang sampai dengan sangat tidak senang
dapat ditentukan sendiri. Boleh juga diteruskan sampai 11 skala.[10]
Penyusunan Instrumen Afektif
komponen afektif ikut menentukan keberhasilan belajar
peserta didik. paling tidak adanya dua komponen afektif yang penting untuk
diukur, yaitu sikap dan minat terhadap suatu pelajaran. sikap peserta didik
terhadap pelajaran bisa positif bisa negatif atau netral. Peserta didik yang
memiliki minat pada pelajaran tertentu bisa diharapkan prestasi belajarnya akan
meningkat secara optimal, bagi yang tidak berminat sulit untuk meningkatkan
prestasi belajarnya. Oleh karena itu guru memiliki tugas untuk membangkitkan
minat belajar peserta didik terhadap mata pelajaran yang diampunya. Dengan
demikian akan terjadi usaha yang sinergi untuk meningkatkan kualitas proses
pembelajaran.
Langkah pembuatan instrumen afektif termasuk sikap dan
minat adalah sebagai berikut:
(1) Pilih ranah efektif yang akan dinilai,
misalnya sikap atau minat.
(2)
Tentukan indikator minat.
(3)
Pilih tipe skala yang digunakan.
(4)
Telaah instrumen oleh sejawat.
(5)
Perbaiki instrumen.
(6)
Sikap kuesioner atau inventori laporan diri.
(7)
Skor inventori.
(8) Analisis hasil
inventori skala minat dan skala sikap.
Tehnik penskoran pengukuran afektif
Misal dari instrumen untuk mengukur minat peserta didik
yang telah berhasil dibuat ada 10 butir. Jika rentangan yang dipakai adalah 1
sampai 5, maka skor terendah seorang peserta didik adalah 10, yakni dari 10 x 1
dan skor tertinggi sebesar 50, yakni dari 10 x 5. Dengan demikian, mediannya
adalah (10 + 50)/2 atau sebasar 30. Jika dibagi menjadi 4 kategori, maka skala
10-20 termasuk tidk berminat, 21 sampai 30 kurang berminat, 31- 40 berminat,
dan skala 41-50 sanagt berminat.[11]
2.
Ranah psikomotor
Cara yang di pandang tepat untuk mengevaluasi
keberhasilan belajar yang berdimentasi ranah psikomotor (ranah karsa)
adalah observasi. Observasi, dalam hal ini, dapat diartikan sebagai sejenis tes
mengenai peristiwa, tingkah laku, atau fenomena lain, dengan pengamatan
langsung. Namun, observasi harus dibedakan dari eksperimen, karena eksperimen
pada umumnya dipandang sebagai salah satu cara observasi.
Guru yang hendak melakukan observasi perilaku psikomotor
siswa-siswanya seyogyanya mempersiapkan langkah-langkah yang cermat dan sistematis menurut
pedoman yang terdapat dalam lembar format observasi yang sebelumnya telah
disediakan baik oleh sekolah maupun oleh guru sendiri.
Format lembar observasi kecakapan melaksanakan ibadah
sholat diatas dapat dibuat seperti tabel dibawah ini:
Format observasi kecakapan beribadah shalat[12]
No
|
Jenis-jenis kegiatan
|
Ya
|
Tidak
|
1
2
3
4
5
|
Takbiratul ihram (membaca takbir dan mengangkat kedua
belah tangan)
Berdiri ( cara berdiri dan meletakkan kedua belah
tangan)
Ruku’ dan i’tidal (termsuk proses dan caranya)
Sujud dan duduk ntara dua sujud
Duduk tasyahud awal dan akhir
|
|
|
Ranah psikomotor biasa dilihat dari aspek keterampilan. Aspek
keterampilan dapat dinilai dengan
cara berikut :
a.
Performance atau
kinerja
Adalah
suatu penilaian yang meminta siswa untuk melakukan suatu tugas pada situasi
yang sesungguhnya yang mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan. Misalnya tugas memainkan alat music, menggunakan mikroskop,
bernyanyi, bermain peran, menari. Contoh penilaian tes performance atau kinerja
akan diberikanm pada bab implementasi pada bab selanjutnya.
Tes
untuk mengukur ranah psikomotor adalah tes untuk mengukur penampilan atau
kinerja (performance) yang telah dikuasai peserta didik. Tes tersebut menurut
Lunetta dkk. (1981) dapat berupa tes paper dan pencil, tes identifikasi, tes
simulasi, dan tes untuk kerja.
1)
Tes paper dan
pencil: walaupun bentuk aktivitasnya seperti tes tulis, namun yang menjadi
sasarannya adala kemampuan peserta didik
dalam menampilkan karya.
2)
Tes identifikasi
: tes ini lebih ditujukan untuk mengukur kemampuann peserta didik dalam
mengidentifikasi sesuatu hal.
3)
Tes simulasi :
tes ini dilakukan jiak tida ada alat yang sesungguhnya yang dapat dipakai untuk
memperagakan penampilan peserta didik, sehingga dengan simulasi tetap dapat
dinilai apakan seseorang sudah mengusai ketrampilan dengan bantuan peralatan tiruan aau peraga seolah-olah
menggunakan suat u alat.
4)
Tes unjuk kerja
(work sample): tes ini dilakukan dengan alat yang sesungguhnya dan tujuannya
untuk mengetahui apakah perserta didik sedah menguasai/terampil menggunakan
alat tersebut.[13]
b.
Produk
Adalah
penilaian terhadap kemampuan peserta didik dalam membuat produk tegnologi dan
seni (3 dimensi). Penilaian produk tidak hanya diperoleh dari hasil akhir,
namun juga proses pembuatannya. Pengembangan produk meliputi 3 tahap dan dalam
setiap tahap perlu diadakan penilaian yaitu:
1)
Tahap persiapan
atau perencanaan meliputi penilaian terhadap kemampuan siswa dalam
merencanakan,menggali, mengembangkan gagasan, dan desain produk.
2)
Tahap pembuatan
meliputi penilaian terhadap kemampuan siswa dalam menyeleksi dan menggunakan
bahan dan alat serta dalam menentukan teknik yang tepat.
3)
Tahap penilaian
meliputi penilaian terhadap kemampuan siswa membuat produk sesuai dengan
kegunaannya.
Contoh
membuat meja, membuat kincir angin, membuat kartu nama, membuat kotak kue,
merangkai bunga. Model penilaian produk diberikan pada bab implementasi pada
bab selanjutnya.
c.
Proyek
Adalah penilaian terhadap tugas yang mengandung investigasi dan
harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut meliputi
perencanaan,pelaksanaan,pelaporan. Proyek juga akan memberikan informasi
tentang pemahaman dan pengetahuan siswa pada pembelajaran tertentu, kemampuan siswa
dalam mengaplikasikan pengetahuan, dan kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan
informasi. Penilaian proyek sangat dianjurkan karena membantu mengembangkan
keterampilan (berpikir kritis, pemecahan masalah, berpikir kreatif) peserta
didik misalnya membuat laporan pemanfaatan energy didalam kehidupan, membut
laporan hasil pengamatan pertumbuhan tanaman.[14]
D.
Nilai-nilai Yang Berkaitan Dengan Pendidikan Karakter
Dalam
kaitan ini pada draf Grand Design Pendidikan Karakter diungkapkan nilai-nilai
yang terutama akan dikembangkan dalam budaya satuan pendidikan formal dan non
formal.
a.
Jujur,
menyatakan apa adanya, terbuka, konsisten antara apa yang dikatakan dan
dilakukan, berani karena benar, dapat dipercaya, dan tidak curang.
b.
Tanggung jawab,
melakukan tugas sepenuh hati, bererja dengan etos kerja yang tinggi, berusaha
keras untuk mencapai prestasi terbaik, mampu mengontrol diri dan mengatasi
stress, berdisiplin diri, akuntabel terhadap pilihan dan keputusan.
c.
Cerdas, berpikir
secara cermat dan tepat, bertindak dengan penuh perhitungan, rasa ingin tahu
yang tinggi, berkomunikasi efektif dan empatik, bergaul secara santun,
menjunjung kebenaran dan kebajikan, mencintai Tuhan dan lingkungannya.
d.
Sehat dan
bersih, menghargai ketertiban, keteraturan, kedisiplinan, terampil, menjaga
diri dan lingkungan, menerapkan pola hidup seimbang.
e.
Peduli,
memperlakukan orang lain dengan sopan, bertindak santun, toleran terhadap
perbedaan, tidak suka menyakiti orang lain, mau mendengar orang lain, tidak
mengambil keuntungan dari orang lain, mampu bekerja sama, mau terlibat dalam
kegiatan masyarakat, menyayangi manusia dan makhluk lain, setia, cinta damai
dalam menghadapi persoalan.
f.
Kreatif, mampu
menyelesaikan masalah secara inovatif, luwes, kritis, berani mengambil
keputusan dengan cepat dan tepat, menampilkan sesuatu secara luar biasa,
memiliki ide baru, ingin terus berubah, dapat membaca situasi dan memanfaatkan
peluang baru.
g.
Gotong royong,
mau bekerja sama dengan baik, berprinsip bahwa tujuan akan lebih mudah dan
cepat tercapai jika dikerjakan bersama-sama, tidak memperhitungkan tenaga untuk
saling berbagi dengan sesama, mau mengembangkan potensi diri untuk dipakai
saling berbagi agar mendapatkan hasil yang terbaik, tidak egoistik.[15]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Penilaian
merupakan pencapaian hasil belajar sedangkan karakter menurut kamus besar
bahasa indonesia adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dengan yang lain. Jadi penilaian berbasis karakter adalah pencapaian hasil belajar yang berorientasi pada dua aspek
yaitu aspek afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan).
Aspek
afektif atau aspek sikap dapat dinilai dengan beberapa cara yaitu : observasi
(pengamatan), penilaian diri, penilaian antar teman, jurnal dan skala sikap.
Sedangkan aspek psikomotor atau aspek keterampilan dapat dinilai dengan cara
yaitu performance atau kinerja, produk dan proyek.
Penilaian
berbasis karakter berupa nilai-nilai karakter seperti jujur, tanggung jawab,
cerdas, sehat dan bersih, peduli, kreatif, dan gotong royong. Jika semuanya
sudah terpenuhi maka karakter yang ada akan terwujud dengan sendirinya untuk
membangun moral bangsa melalui pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi.2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Jihad,
Asep dan Abdul Haris. 2013. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo.
Kurniasih, Imas dan Berlin Sani. 2014. Implementasi Kurikulum 2013: Konsep dan Penerapan.
Surabaya: Kata Pena.
Lickona, Thomas. 2008. Pendidikan Karakter
Panduan Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik. Bandung: Nusa Media.
Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2014. Konsep
Dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Syah, Muhibbin. 2013. Psikologi Belajar. Jakarta:
PT Rajagrafindo Persada.
Syarbini, Amirullah.
2012. Buku Pintar Pendidikan Karakter; Panduan Lengkap Mendidik karakter
Anak di Sekolah, Madrasah, dan Rumah. Jakarta: As@-Prima Pustaka.
Wiyani, Novan Ardy. 2013. Desain Pembelajaran
Pendidkan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
[1]
Amirullah Syarbini, Buku
Pintar Pendidikan Karakter; Panduan Lengkap Mendidik karakter Anak di Sekolah,
Madrasah, dan Rumah, (Jakarta: As@-Prima Pustaka, 2012), hlm. 13.
[2] Thomas Lickona, Pendidikan
Karakter Panduan Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik, (Bandung: Nusa
Media, 2008), hlm. 72.
[6] Imas Kurniasih dan Berlin
Sani, Implementasi Kurikulum 2013: Konsep dan Penerapan, (Surabaya: Kata
Pena, 2014), hlm.61.
[10]
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan,hlm.195-197.
[11] Asep Jihad dan Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta:
Multi Pressindo, 2013), hlm. 171-172.
[15]
Muchlas Samani dan
Hariyanto, Konsep Dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2014), hlm. 51.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar