Sabtu, 23 April 2016

makalah sistem pengembangan evaluasi pai berbasis karakter



PENILAIAN BERBASIS KATRAKTER
Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Pengembangan Sistem Evaluasi PAI
Dosen Pengampu : Nanang Nabhar Fahkri Auliya, S.Pd., M.Pd.
PAI-A Semester 4



 
 








Disusun Oleh :
Kelompok 04
1.      M. Danial Hidayat      (1410110008)
2.      Esty Lutfianingsih      (1410110010)
3.      Putri Pungkas Sari       (1410110014)
4.      Mariya Ulfa                 (1410110032)


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI-A)
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
KUDUS
TAHUN AKADEMIK 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu terwujudnya masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah pancasila. Hal ini sekaligus menjadi upaya untuk mendukung perwujudan cita-cita sebagaimana diamanatkan pancasila dan pembukaan UUD 1945.
Disamping itu, berbagai persoalan yang dihadapi bangsa kita makin mendorong semangat dan upaya pemerintah untuk memperioritaskan pendidikan karakter sebagai dasar pembangunan pendidikan. Semangat itu, secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2015, dimna pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu progam prioritas pembangunan nasional.
Upaya pembentukan karakter sesuai dengan budaya bangsa dapat dilakukan dengan adanya pelaksanaan evaluasi yang berbasis karakter. Penilaian melalui pendidikan karakter diharapkan mampu mewujudkan cita-cita bangsa. Selain itu penilaian berbasis karakter dapat melatih siswanya untuk belajar secara aktif, mandiri dan integratif.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian penilaian berbasis karakter?
2.      Apa tujuan dan fungsi penilaian berbasis karakter?
3.      Apa saja bentuk-bentuk penilaian berbasis karakter?
4.      Bagaimana nilai-nilai yang berkaitan dengan pendidikan karakter?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Penilaian Berbasis Kompetensi
Penilaian merupakan suatu proses, yang menurut cronboach adalah proses pengumpulan data dan penggunaan informasi yang dipergunakan sebagai dasar pembuatan keputusan tentang program pendidikan. Keputusan adalah pilihan diantara berbagai arah tindakan. Jadi, penialaian menurut cronboach memiliki komponen pengumpulan informasi dan pembuatan keputusan. Penilaian adalah kegiatan untuk menentukan pencapaian hasil pembelajaran.
Kata “karakter” mempunyai banyak sekali definisi dari para ahli. Menurut Poerwadarminta, kata karakter berarti tabiat, watak sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain.[1] Lebih jauh seorang tokoh psikologi Amerika yang bernama Alport, mendefinisikan karakter sebagai penentu bahwa seseorang sebagai pribadi (character is personality evaluated). Sedangkan menurut Ahmad Tafsir menganggap bahwa karakter yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia, sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi.
Pembentukan karakter juga tidak lepas dari peran guru, karena segala sesuatu yang dilakukan oleh guru mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Karakter terbentuk dari tiga macam bagian yang saling berkaitan yakni pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral.[2]
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.
Jadi, penilaian berbasis karakter adalah pencapaian hasil belajar yang berorientasi pada dua aspek yaitu aspek afektif dan psikomotor.
B.     Tujuan Dan Fungsi Penilaian Berbasis karakter
Tujuan penilaian berbasis karakter hampir sama dengan tujuan evaluasi, karena keduanya sama-sama bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa. Adapun tujuan penilaian tersebut yaitu
1.      Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu.
2.      Untuk mengetahui posisi atau kedudukan seorang siswa dalam kelompok kelasnya.
3.      Untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam belajar.
4.      Untuk mengetahui hingga sejauh mana siswa telah mendayagunakan kapasitas afektifnya.
5.       Dan untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang telah di gunakan guru dalam proses mengajar-belajar (PMB).[3]
Disamping memiliki tujuan, penilaian berbasis karakter juga memiliki fungsi yaitu sebagai bahan pertimbangan pengembangan hasil belajar, untuk membentuk  tiga macam bagian yang saling berkaitan yakni pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral.Sehubungan dengan tujuannya penilaiannya ini maka yang menjadi sasaran penilaian kawasan afektif adalah perilaku anak didik, bukan pengetahuannya.
C.    Bentuk-bentuk Penilaian Berbasis Karakter
Karakter merupakan bagian dari ranah afektif dan ranah psikomotor. Karakter berorientasi pada keduanya dan saling berkaitan. Adapun ranah afektif dan ranah psikomotor sebgai berikut:

1.      Ranah afektif
Afektif selalu berhubungan dengan minat dan sikap, seperti komitmen, tanggung jawab, disiplin, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, pengendalian diri dan sebagainya. Oleh karena itu, ketika strategi pembelajaran afektif di terapkan dalam proses pembelajaran, secara otomatis akan berorientasi pada penanaman nilai-nilai karakter tersebut.
Dalam merencanakan penyusunan instrumen tes presentasi siswa yang berdimensi afektif (ranah rasa) jenis-jenis presentasi internalisasi dan karakterisasi seyogyanya mendapat perhatian khusus. Alasannya, karena kedua jenis prestasi ranah rasa itulah yang lebih mengendalikan sikap dan perbuatan siswa.[4]
Pengukuran ranah afektif tidaklah semudah mengukur ranah kognitif. Pengukuran ranah afektif tidak dapat dilakukan seiap saat  (dalam arti pengukuran formal) karena perubahan tingkah laku siswa tidak dapat berubah sewaktu-waktu. Pengubahan sikap seseorang memerlukan waktu yang relatif lama. Demikian juga pengembangan minat dan penghargaan serta nilai-nilai.[5] Ranah afektif biasa dilihat dari sisi sikap. Aspek sikap dapat dinilai dengan cara berikut :
a.       Observasi
Merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan format observasi yang berisi sejumlah indicator perilaku yang diamati. Hal ini dilakukan saat pembelajaran maupun diluar pembelajaran.[6]
Observasi adalah suatu pengamatan langsung terhadap siswa dengan memperhatikan tingkah lakunya. Sehingga dalam observasi guru/dosen tidak perlu mengadakan komunikasi langsung dengan siswa.
Observasi dapat dilakukan I berbagai tempat misalnya di kelas pada waktu pelajaran, di halaman sekolah ketika murid bermain-main, dilapangan ketika murid olahraga dll.
Sebagai alat evaluasi, observasi dapat dipakai untuk :
1)      Menilai minat, sikap, dan nilai-nilai yang terkandung dalam diri siswa.
2)      Melihat proses kegiatan yang dilakukan oleh seorang siswa atau kelomppok.
3)      Memperoleh informasi balikan guru idalam kegiatan belajar mengajar. Untuk melihat apakah seorang guru efektif pengajarannya, dilakukan observasi terhaap tingkah laku siswanya. Seperti :
a)      Apakah siswanya dapat mendengar dengan baik?
b)      Apakah mereka merespon dengan baik terhadap tugas yang di berikan?
c)      Apakah jawaban-jawaban siswa memberi petunjuk-petunjuk yang diberikan telah mereka pahami?
Observasi digunakan oleh guru dengan cara mengamati kegiatan peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung.
Langkah-langkah dalam merancang pedoman observasi antara lain:
(1)   Merumuskan tujuan observasi
(2)   Membuat kisi-kisi observasi
(3)   Menyusun pedoman observasi
(4)   Menyusun aspek-aspek yang akan diobservasi
(5)   Melakukan uji coba pedoman observasi
(6)   Memperbaiki pedoman observasi berdasarkan hasil uji coba
(7)   Melaksanakan observasi pada saat kegiatan berlangsung
(8)   Mengolah dan menafsirkan hasil observasi.[7]
b.      Penilaian diri
Merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrument yang digunakan berupa lembar penilaian diri.
c.       Penilaian antar teman
Merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan sikap dan perilaku keseharian peserta didik. Instrument penilaian berupa lembar penilaian antarpeserta didik.[8]
d.      Skala sikap
Dalam skala sikap ini perilaku peserta didik dievaluasi melalui kegiatan pengukuran sikap. Salah satu model skala sikap yang sering digunakan adalah skala Likert.
Dalam penggunaannya, peserta didik tidak hanya dapat memilih pernyataan-pernyataan yang positif saja, tetapi juga pernyataan-pernyataan yang negatif. Biasanya pernyataan positif diberi skor 5,4,3,2,1 sedang pernyataan negative 1,2,3,4,5. Untuk dapat merancang skala Likert, guru dapat mengikuti langkah-langkah berikut ini:
1)      Memilih berbagai variabel afektif yang akan diukur
2)      Menetapkan berbagai variabel afektif
3)      Membuat beberapa pernyataan tentang variabel afektif
4)      Mengklasifikasikan pernyataan positif dan negative
5)      Menentukan jumlah gradual dan frase atau angka yang dapat menjadi alternatif pilihan
6)      Menyusun pernyataan dan pilihan jawaban menjadi sebuah alat penilaian
7)      Melakukan uji coba
8)      Membuang butir-butir pernyataan yang kurang baik
9)      Melaksanakan penilaian.[9]
Jenis-jenis skala sikap
Ada beberapa bentuk skala sikap yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, antara lain :
a)      Skala likert
Skala ini disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh lima respon yang menunjukkan tingkatan. Misalnya seperti yang telah dikutip:
SS = Sangat setuju
S = Setuju
TB = tidak berpendapat
TS = tidak setuju
STS = sangat tidak setuju
b)      Skala pilihan ganda
Skala ini bentuknya seperti soal bentuk pilihan ganda yaitu suatu pernyataan yang diikuti oleh sejumlah alternatif pendapat. Contoh: dalam suatu upacara bendera :
(1)   Setiap peserta harus dengan khidmat mengikuti jalannya upacara tanpa terkecuali.
(2)   Peserta diperbolehkan berbicara asal dalam batas-batas tertentu dan tidak mengganggu jalannya upacara.
c)      Skala Thurstone
Skala thurstone merupakan skala mirip skala buatan likert karena merupakan suatu instrumen yang jawabannya menunjukkan tingkatan.pernyataan yang diajukan kepada responden disarankan oleh thurstone kira-kira 10 butir, tetapi tidak kurang dari5 butir.
d)     Skala guttman
skala ini sama dengan yang disusun oleh bogardus, yaitu berupa tiga atau empat buah pertanyaan yang masing-masing harus dijawab “ya” atau “tidak”. Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan tingkatan yang berurutan sehingga bia responden setuju pernyataan nomor 2 , diasumsikan setuju nomor 1. Selanjutnya responden stuju dengan nomor 3 berarti setuju pernyataan nomor 1 dan 2. Contoh :
(1)   Saya mengizinkan anak saya bermain ketetangga.
(2)   Saya mengizinkan anak saya pergi kemana saja ia mau.
(3)   Saya mengizinkan anak saya pergi kapan saja dan kemana saja.
e)      Semantic differential
Instrume yang disusun oleh osgood dan kawan-kawan ini mengukur konsep-konsep untuk tiga dimensi. Dimensi-dimensi yang ada diukur dalam kategori : baik-tidak baik, kuat-lemah, dan cepat-lambat, atau aktif-pasif, atau berguna-tidak berguna. Dalam buku osgood dikemukakan adanya 3 faktor untuk menganalisis skalanya : evaluation (baik-buruk), potency (kuat-lemah), activity (cepat-lambat) dan familiarity (tambahan nunnally).
f)       Pengukuran minat
Disamping menggunakan skala seperti yang dicontohkan diatas, minat juga dapat diukur dengan cara seperti:
Mengunjungi perpustakaan
SS              S          B        AS       TS       STS  
Pilihan: senang sampai dengan sangat tidak senang dapat ditentukan sendiri. Boleh juga diteruskan sampai 11 skala.[10]
Penyusunan Instrumen Afektif
komponen afektif ikut menentukan keberhasilan belajar peserta didik. paling tidak adanya dua komponen afektif yang penting untuk diukur, yaitu sikap dan minat terhadap suatu pelajaran. sikap peserta didik terhadap pelajaran bisa positif bisa negatif atau netral. Peserta didik yang memiliki minat pada pelajaran tertentu bisa diharapkan prestasi belajarnya akan meningkat secara optimal, bagi yang tidak berminat sulit untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Oleh karena itu guru memiliki tugas untuk membangkitkan minat belajar peserta didik terhadap mata pelajaran yang diampunya. Dengan demikian akan terjadi usaha yang sinergi untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
Langkah pembuatan instrumen afektif termasuk sikap dan minat adalah sebagai berikut:
(1)   Pilih ranah efektif yang akan dinilai, misalnya sikap atau minat.
(2)   Tentukan indikator minat.
(3)   Pilih tipe skala yang digunakan.
(4)    Telaah instrumen oleh sejawat.
(5)   Perbaiki instrumen.
(6)   Sikap kuesioner atau inventori laporan diri.
(7)   Skor inventori.
(8)   Analisis hasil inventori skala minat dan skala sikap.
Tehnik penskoran pengukuran afektif
Misal dari instrumen untuk mengukur minat peserta didik yang telah berhasil dibuat ada 10 butir. Jika rentangan yang dipakai adalah 1 sampai 5, maka skor terendah seorang peserta didik adalah 10, yakni dari 10 x 1 dan skor tertinggi sebesar 50, yakni dari 10 x 5. Dengan demikian, mediannya adalah (10 + 50)/2 atau sebasar 30. Jika dibagi menjadi 4 kategori, maka skala 10-20 termasuk tidk berminat, 21 sampai 30 kurang berminat, 31- 40 berminat, dan skala 41-50 sanagt berminat.[11]
2.      Ranah psikomotor
Cara yang di pandang tepat untuk mengevaluasi keberhasilan belajar yang berdimentasi ranah psikomotor (ranah karsa) adalah observasi. Observasi, dalam hal ini, dapat diartikan sebagai sejenis tes mengenai peristiwa, tingkah laku, atau fenomena lain, dengan pengamatan langsung. Namun, observasi harus dibedakan dari eksperimen, karena eksperimen pada umumnya dipandang sebagai salah satu cara observasi.
Guru yang hendak melakukan observasi perilaku psikomotor siswa-siswanya seyogyanya mempersiapkan langkah-langkah yang cermat dan sistematis menurut pedoman yang terdapat dalam lembar format observasi yang sebelumnya telah disediakan baik oleh sekolah maupun oleh guru sendiri.
Format lembar observasi kecakapan melaksanakan ibadah sholat diatas dapat dibuat seperti tabel dibawah ini:
Format observasi kecakapan beribadah shalat[12]
No
Jenis-jenis kegiatan
Ya
Tidak
1

2

3

4
5
Takbiratul ihram (membaca takbir dan mengangkat kedua belah tangan)
Berdiri ( cara berdiri dan meletakkan kedua belah tangan)
Ruku’ dan i’tidal (termsuk proses dan caranya)
Sujud dan duduk ntara dua sujud
Duduk tasyahud awal dan akhir



Ranah psikomotor biasa dilihat dari aspek keterampilan. Aspek keterampilan dapat dinilai dengan cara berikut :
a.       Performance atau kinerja
Adalah suatu penilaian yang meminta siswa untuk melakukan suatu tugas pada situasi yang sesungguhnya yang mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan. Misalnya tugas memainkan alat music, menggunakan mikroskop, bernyanyi, bermain peran, menari. Contoh penilaian tes performance atau kinerja akan diberikanm pada bab implementasi pada bab selanjutnya.
Tes untuk mengukur ranah psikomotor adalah tes untuk mengukur penampilan atau kinerja (performance) yang telah dikuasai peserta didik. Tes tersebut menurut Lunetta dkk. (1981) dapat berupa tes paper dan pencil, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes untuk kerja.
1)      Tes paper dan pencil: walaupun bentuk aktivitasnya seperti tes tulis, namun yang menjadi sasarannya  adala kemampuan peserta didik dalam menampilkan karya.
2)      Tes identifikasi : tes ini lebih ditujukan untuk mengukur kemampuann peserta didik dalam mengidentifikasi sesuatu hal.
3)      Tes simulasi : tes ini dilakukan jiak tida ada alat yang sesungguhnya yang dapat dipakai untuk memperagakan penampilan peserta didik, sehingga dengan simulasi tetap dapat dinilai apakan seseorang sudah mengusai ketrampilan dengan bantuan  peralatan tiruan aau peraga seolah-olah menggunakan suat u alat.
4)      Tes unjuk kerja (work sample): tes ini dilakukan dengan alat yang sesungguhnya dan tujuannya untuk mengetahui apakah perserta didik sedah menguasai/terampil menggunakan alat tersebut.[13]
b.      Produk
Adalah penilaian terhadap kemampuan peserta didik dalam membuat produk tegnologi dan seni (3 dimensi). Penilaian produk tidak hanya diperoleh dari hasil akhir, namun juga proses pembuatannya. Pengembangan produk meliputi 3 tahap dan dalam setiap tahap perlu diadakan penilaian yaitu:
1)      Tahap persiapan atau perencanaan meliputi penilaian terhadap kemampuan siswa dalam merencanakan,menggali, mengembangkan gagasan, dan desain produk.
2)      Tahap pembuatan meliputi penilaian terhadap kemampuan siswa dalam menyeleksi dan menggunakan bahan dan alat serta dalam menentukan teknik yang tepat.
3)      Tahap penilaian meliputi penilaian terhadap kemampuan siswa membuat produk sesuai dengan kegunaannya.
Contoh membuat meja, membuat kincir angin, membuat kartu nama, membuat kotak kue, merangkai bunga. Model penilaian produk diberikan pada bab implementasi pada bab selanjutnya.
c.       Proyek
Adalah penilaian terhadap tugas yang mengandung investigasi dan harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut meliputi perencanaan,pelaksanaan,pelaporan. Proyek juga akan memberikan informasi tentang pemahaman dan pengetahuan siswa pada pembelajaran tertentu, kemampuan siswa dalam mengaplikasikan pengetahuan, dan kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan informasi. Penilaian proyek sangat dianjurkan karena membantu mengembangkan keterampilan (berpikir kritis, pemecahan masalah, berpikir kreatif) peserta didik misalnya membuat laporan pemanfaatan energy didalam kehidupan, membut laporan hasil pengamatan pertumbuhan tanaman.[14]
D.    Nilai-nilai Yang Berkaitan Dengan Pendidikan Karakter
Dalam kaitan ini pada draf Grand Design Pendidikan Karakter diungkapkan nilai-nilai yang terutama akan dikembangkan dalam budaya satuan pendidikan formal dan non formal.
a.       Jujur, menyatakan apa adanya, terbuka, konsisten antara apa yang dikatakan dan dilakukan, berani karena benar, dapat dipercaya, dan tidak curang.
b.      Tanggung jawab, melakukan tugas sepenuh hati, bererja dengan etos kerja yang tinggi, berusaha keras untuk mencapai prestasi terbaik, mampu mengontrol diri dan mengatasi stress, berdisiplin diri, akuntabel terhadap pilihan dan keputusan.
c.       Cerdas, berpikir secara cermat dan tepat, bertindak dengan penuh perhitungan, rasa ingin tahu yang tinggi, berkomunikasi efektif dan empatik, bergaul secara santun, menjunjung kebenaran dan kebajikan, mencintai Tuhan dan lingkungannya.
d.      Sehat dan bersih, menghargai ketertiban, keteraturan, kedisiplinan, terampil, menjaga diri dan lingkungan, menerapkan pola hidup seimbang.
e.       Peduli, memperlakukan orang lain dengan sopan, bertindak santun, toleran terhadap perbedaan, tidak suka menyakiti orang lain, mau mendengar orang lain, tidak mengambil keuntungan dari orang lain, mampu bekerja sama, mau terlibat dalam kegiatan masyarakat, menyayangi manusia dan makhluk lain, setia, cinta damai dalam menghadapi persoalan.
f.       Kreatif, mampu menyelesaikan masalah secara inovatif, luwes, kritis, berani mengambil keputusan dengan cepat dan tepat, menampilkan sesuatu secara luar biasa, memiliki ide baru, ingin terus berubah, dapat membaca situasi dan memanfaatkan peluang baru.
g.      Gotong royong, mau bekerja sama dengan baik, berprinsip bahwa tujuan akan lebih mudah dan cepat tercapai jika dikerjakan bersama-sama, tidak memperhitungkan tenaga untuk saling berbagi dengan sesama, mau mengembangkan potensi diri untuk dipakai saling berbagi agar mendapatkan hasil yang terbaik, tidak egoistik.[15]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Penilaian merupakan pencapaian hasil belajar sedangkan karakter menurut kamus besar bahasa indonesia adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Jadi penilaian berbasis karakter adalah pencapaian hasil belajar yang berorientasi pada dua aspek yaitu aspek afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan).
Aspek afektif atau aspek sikap dapat dinilai dengan beberapa cara yaitu : observasi (pengamatan), penilaian diri, penilaian antar teman, jurnal dan skala sikap. Sedangkan aspek psikomotor atau aspek keterampilan dapat dinilai dengan cara yaitu performance atau kinerja, produk dan proyek.
Penilaian berbasis karakter berupa nilai-nilai karakter seperti jujur, tanggung jawab, cerdas, sehat dan bersih, peduli, kreatif, dan gotong royong. Jika semuanya sudah terpenuhi maka karakter yang ada akan terwujud dengan sendirinya untuk membangun moral bangsa melalui pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi.2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Jihad, Asep dan Abdul Haris. 2013. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo.
Kurniasih, Imas dan Berlin Sani. 2014. Implementasi Kurikulum 2013: Konsep dan Penerapan. Surabaya: Kata Pena.
Lickona, Thomas. 2008. Pendidikan Karakter Panduan Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik. Bandung: Nusa Media.
Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2014. Konsep Dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Syah, Muhibbin. 2013. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Syarbini, Amirullah. 2012. Buku Pintar Pendidikan Karakter; Panduan Lengkap Mendidik karakter Anak di Sekolah, Madrasah, dan Rumah. Jakarta: As@-Prima Pustaka.
Wiyani, Novan Ardy. 2013. Desain Pembelajaran Pendidkan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.


[1] Amirullah Syarbini, Buku Pintar Pendidikan Karakter; Panduan Lengkap Mendidik karakter Anak di Sekolah, Madrasah, dan Rumah, (Jakarta: As@-Prima Pustaka, 2012), hlm. 13.
[2] Thomas Lickona, Pendidikan Karakter Panduan Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik, (Bandung: Nusa Media, 2008), hlm. 72. 
[3] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2013), hlm. 198-199.
[4] Ibid., hlm. 212
[5] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), hlm.193.
[6]  Imas Kurniasih dan Berlin Sani, Implementasi Kurikulum 2013: Konsep dan Penerapan, (Surabaya: Kata Pena, 2014), hlm.61.
[7]  Novan Ardy Wiyani, Desain Pembelajaran Pendidkan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 197.
[8]  Imas Kurniasih dan Berlin Sani, Implementasi Kurikulum 2013: Konsep dan Penerapan, hlm. 61.
[9]  Novan Ardy Wiyani, Desain Pembelajaran Pendidkan,hlm. 198.
[10] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan,hlm.195-197.
[11] Asep Jihad dan Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Multi Pressindo, 2013), hlm. 171-172.
[12]  Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, hlm. 214-215.
[13]  Asep Jihad dan Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran, hlm. 173.
[14]  Imas Kurniasih dan Berlin Sani, Implementasi Kurikulum 2013: Konsep dan Penerapan,hlm.62-63.
[15] Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep Dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 51.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar